Jumat, 20 Mei 2011

Arema Buka Pintu Bagi Bakrie Group dan Medco


CEO PT Liga Indonesia, Joko Driyono telah menyarankan Arema membenahi kepengurusan dahulu sebelum merealisasikan proses penjualan. Sementara, Presiden Kehormatan klub, Rendra Kresna mengaku telah membuka pintu untuk Bakrie dan Grup Medco. Aksi ‘makelar proyek’ pun mulai merebak.

Dalam pernyataannya (18/5), Rendra Kresna mengaku telah membuka pintu bagi Bakrie untuk masuk. Bakrie harus diberi kesempatan pertama karena selama ini Bakrie sudah jadi sponsor Arema lewat anak perusahaannya, Ijen Nirwana Residence dan harian Surabaya Post. Apalagi hubungan Bakrie dengan Arema, khususnya lewat Acub Zainal dan putranya, Lucky, sudah terjalin sejak Arema berdirinya klub 1987 silam.

Selain Bakrie, korporat raksasa lain yang siap mengambil alih Arema adalah Grup Medco. Medco telah memberi pinjaman lewat Bank Saudara sebesar Rp 1,5 miliar pada Oktober 2010. “Namun, secara etika, kami beri kesempatan pertama pada pihak sponsor dan kesempatan kedua pada kreditor. Kalau pihak sponsor (Bakrie, red) tak mau, silakan Medco yang masuk,” tegas Rendra yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang itu, sebagaimana dilansir Tempo (18/5).

Sementara itu, seperti ditegaskan oleh orang yang pernah ‘mengobati’ Arema musim lalu, Joko Driyono, Arema harus melakukan restrukturisasi kepengurusan dan merancang business plan yang jelas sebelum benar-benar bisa dialihkan kepemilikannya. Saran Joko yang kali ini kembali dimintai bantuan untuk ‘merawat’ Arema itu memang tak bisa dinafikkan begitu saja.

Seorang bekas petinggi Arema buka suara, pengambilalihan bisa dilakukan dengan cara mengambil alih saham yang telah dikeluarkan dan atau akan dikeluarkan Arema melalui direksi PT Arema Indonesia atau langsung dari pemegang saham. Bila mau diambil alih lewat direksi, maka Arema harus menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Selain itu, kedua pihak harus membuat rancangan pengambilalihan yang antara lain berisi soal alasan serta penjelasan direksi Arema tentang penjualan saham, alasan pihak yang akan mengambil alih, laporan keuangan dari kedua pihak, jumlah saham, kesiapan pendanaan, dan rancangan perubahan anggaran dasar.

Cara ini memang rumit, makanya Rendra mengakui jika ia lebih setuju pihak yang mau mengambil alih Arema bisa membeli langsung dari pemegang saham. Ada 14 saham. Yayasan Arema menjadi pemegang saham mayoritas 13 saham atau 93 persen. Sisa satu saham (7 persen) dimiliki Lucky Adrianda Zainal selaku pendiri Arema. Saham milik Lucky tak boleh dijual yayasan kecuali oleh Lucky sendiri.

Komposisi kepemilikan saham itu tertera dalam Akta Nomor 96 tanggal 26 Agustus 2009 yang dibuat oleh notaris Eko Handoko Widjaja. Akta ini mengukuhkan rapat pemegang saham pada 22 Agustus 2009. Dengan cara yang lebih simpel ini, kedua pihak tak perlu membuat rancangan pengambilalihan, tapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham.

Yang jadi pertanyaan, kepada siapakah calon investor Arema berkoordinasi jika struktur pengurus Arema masih morat-marit? Belum lagi, santer terdengar kabar ada petinggi nonstruktural yang ikut ‘bermain’ dengan meminta seluruh dana sponsor sekitar Rp 9,5 miliar dan seluruh utang Arema ditanggung salah satu calon investor. Sang petinggi itu pun meminta fee senilai 1 miliar kepada calon investor nantinya. Konon, aksi makelar proyek itu pernah terjadi saat proses pengambilalihan Arema oleh Bentoel dari Lucky pada 29 Januari 2003. Bola pun terus bergulir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar