Keputusan FIFA soal sepakbola Indonesia membuat reformasi sepakbola di Indonesia gagal. Perbaikan sepakbola hanya sebatas pergantian orang di posisi ketua umum, namun kualitasnya belum diketahui.
Bulan ini FIFA dua kali mengeluarkan keputusan soal Indonesia yang pertama dirilis pada tanggal 4 April dan yang kedua pada 21 April. Inti dari dua keputusan itu sama. Salah satunya adalah menganggap tidak eligible empat nama yakni Nurdin Halid, George Toisutta, Nirwan D Bakrie, dan Arifin Panigoro.
Untuk Nurdin, dia memang tidak layak karena merupakan mantan narapidana--Sesuatu yang memang dilarang dalam aturan FIFA. Sedang penolakan untuk tiga nama lainnya menimbulkan sejumlah penolakan.
Pengamat sepakbola Budiarto Shambazy menilai bahwa dari tiga nama yang ditolak itu, dua nama yakni Arifin Panigoro dan Nirwan Bakrie sebenarnya memiliki rekam jejak yang bagus. Dengan adanya penolakan itu membuat bisa muncul masalah baru.
"Akan banyak masalah baru. Contoh LPI yang sudah jalan, lalu mau diapain? Arifin Panigoro tidak boleh maju, ada risiko LPI bisa bubar. Itu bahayanya," ujar Budiarto dalam perbincangan dengan detikSport, Kamis (21/4/2011) malam WIB.
"Untuk Nirwan, bahayanya dia berpikir: saya sudah tidak ada peran, lalu mau apa? Untuk apa saya beli klub, kirim pemain ke luar negeri. Kerugian lebih besar," ulas wartawan senior tersebut.
Budiarto mengatakan keputusan FIFA itu juga membuat reformasi sepakbola Indonesia di ambang kegagalan. "Sudah telat. Reformasi gagal. Keadaan ini ibaratnya lose-lose solution. Kegagalan reformasi sepakbola ini akibat FIFA mengesampingkan fakta di lapangan," jelasnya.
Untuk saat ini, Budiarto menilai bahwa Indonesia hanya bisa menerima saja keputusan dari FIFA. "Percuma, bila melawan nanti dibilang ngambek, bisa di-banned. Terima saja dengan cemas. Menurut saya reformasi sepakbola gagal dan hanya ganti ketua umum baru."
"Kita sudah lelah perjuangkan reformasi. Pihak reformasi sudah, yah let's see saja keadaannya. Antusiasme sudah turun drastis, kerasa banget. Saya ngobrol dengan banyak kalangan soal ini, mereka udah terima kalau sudah gagal."
Dua calon yang menurut Budiarto memiliki kapabilitas sudah dilarang oleh FIFA. Risikonya adalah munculnya nama-nama baru yang belum teruji. Bahkan tidak menutup kemungkinan posisi PSSI-1 bakal diisi orang partai.
"PSSI bisa menjadi vote-getter untuk 2014," ujar dia.
Berharap FIFA Membuka Mata
Meski situasinya sudah sulit untuk bisa berubah, Budiarto berharap FIFA bersedia membuka mata dan melihat situasi yang terjadi di Indonesia. Pasalnya Indonesia juga merupakan negara yang potensial dalam sepakbola, menyangkut potensi pasar, potensi penonton, dan pemain.
"Mestinya Sepp Blatter (presiden FIFA) melihat kesungguhan Pak Agum Gumelar yang sudah ke Swiss. Mungkin kita bisa melobi sekali lagi, mengundang tim dari FIFA untuk ke Indonesia, undangan atas nama Komite Normalisasi. Paling lama seminggu, FIFA bisa mendapat gambaran kondisi riil di Indonesia," ujarnya.
"AFC (federasi sepakbola Asia) juga bisa beri masukan. FIFA juga bisa berbincang dengan media, dengan LPI. Jadi enak, bisa mendapat masukan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar